PUASA HOLISTIK”
Oleh: Amrullah*
Bulan ramadhan telah kita lalui beberapa hari, demikian pula halnya dengan ibadah puasa, tentunya telah kita laksanakan dengan baik, terutama puasa perut, alias tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hubungan intim suami isteri disiang hari, Al Gazali menamakannya sebagai puasa awwam atau puasa biasa. Namun mari bersama kita tingkatkan kualitas puasa, dari puasa awwam kepada puasa special atau khusus dengan cara belajar atau mengajak kepada indera lainnya untuk turut pula berpuasa.
Karena sebagaimana halnya perut yang memerlukan saat-saat untuk istirahat dari aktivitas rutinnya, indera kita lainnya seperti mulut, telinga dan mata juga memerlukan saat rehat, partisipasi ketiga indera ini diperlukan sebagai bentuk konkrit solidaritas antar sesama anggota tubuh dalam sebuah koalisi permanen dengan lorong bathin untuk berperang melawan musuh besar yang bernama hawa nafsu itu.
Diperlukan sebuah kesolidan, keikhlasan antara jasmani dan rokhani, bahkan diperlukan marger antara puasa syariat (shiyam) dengan puasa tarekat (shawm). Sayyid Haidar Amuli mengatakan: “Kita bergerak lebih jauh lagi dalam puasa, kita berusaha mengendalikan diri kita lahir dan bathin. Secara lahir kita mengendalikan indera lahiriyah kita seperti lidah dengan puasa bicara, telinga dengan puasa mendengar, mata dengan puasa melihat (dan tentu saja perut dengan puasa makan minum).Secara bathin kita berusaha mengendalikan lorong-lorong bathiniyah kita, terutama pikiran dan imajinasi dari sesuatu yang berpotensi mencemari kekhusukan puasa”. Hal ini tampaknya sangat perlu diamalkan pada lingkungan kita untuk masa sekarang ini, jika kita ingin menggapai derajat takwa
Jalaluddin mengatakan: Menurut sejarahnya, puasa bicara pertama kali dilaksanakan berkaitan dengan kisah seorang perempuan suci yang bernama Maryam Binti Imran. Pada saat itu Maryam mengalami rasa sakit tak terperi karena akan melahirkan anak, Allah swt kemudian memberkatinya dengan mengalirkan air dibawah kakinya dan menjatuhkan buah kurma yang segar. Allah berfirman: “Maka makan, minum dan bersenang hatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapapun pada hari ini” (QS.19:26).
Karena Maryam puasa bicara, Tuhan memberikan mukjizat kepada bayi yang dilahirkannya dapat berbicara dengan sangat jelas saat dalam buaiannya.Bayi itulah yang menjawab/membela hujatan banyak orang ketika Maryam kembali dari mihrab dengan mengendong anak (anak tersebut bernama Isa Bin Maryam, yang dikemudian hari lebih dikenal dengan Isa AS, seorang Nabi dan Rasul Allah).Begitu pula halnya dengan kita. Bila kita puasa bicara, Tuhan akan memperdengarkan kepada kita dengan sangat jernih suara hati nurani kita. Hati nurani adalah taman Tuhan dalam diri kita, tempat Tuhan menyampaikan petunjukNya kepada kita. Petunjuk Tuhan tersebut tampaknya telah enggan menyatu dengan hati nurani kita, disebabkan (oleh salah satunya) karena kita terlalu banyak bicara, kita tidak lagi sanggup mendengar suara Tuhan dalam hati nurani kita.Kita terlalu tuli karena kita terlalu bising.
Puasa bicara lebih dari sekedar menahan lidah untuk tidak bertengkar, menggunjing orang, mencaci maki, menghina, menteror, memfitnah, menghujat, menghujat balik, merumpi, membully, berdusta, ngeprank, tertawa terbahak-bahak dan lain sebagainya, yang demikian itu tidak boleh dilakukan walaupun kita tidak sedang berpuasa.
Manfaat yang akan kita peroleh dari puasa bicara adalah kemampuan kita untuk dapat mendengar dengan baik, dirumah tangga, dikampung, diorganisasi, dimasyarakat dan negara, konflik sering terjadi karena semua pihak hanya ingin bicara dan tidak mau mendengarkan. Puasa bicara hendaknya dilaksanakan oleh kita semua, dari lapisan tertinggi hingga masyarakat biasa, agar kita bisa mendengar dengan baik, bisa mendengarkan suara orang yang bisu atau dibungkam, sebelum kita bisa mendengar hati nuraninya. Janganlah pula kita bicara tentang sesuatu yang tidak kita pahami hanya demi mendapatkan subskribel, jangan bicara hanya sekedar ingin dipuji, jangan sok pintar, sok ahli, sok tahu, sok kaya, sok jagoan, sok kuasa, sok alim, sok dermawan dan sok-sok lainnya. Begitu banyak komentar yang keluar dari mulut kita, dapat mengganggu ketenangan hidup orang lain, kita dapat menjadi penyebab penderitaan orang lain.
Allah swt berfirman: “(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut kemulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar”. “Dan mengapa kamu tidak berkata ketika mendengarnya, “Tidak pantas bagi kita membicarakan ini.Maha suci Engkau, ini adalah kebohongan yang besar”.“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali mengulangi seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang beriman”.
“Dan Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana” (QS.24:15-18). Tentang hal ini baginda Nabi Muhammad saw juga bersabda: “Orang Islam adalah orang selamat dari gangguan lidah dan tangannya”. Bila kita serentak melakukan puasa bicara, terlebih dibulan Ramadhan, maka kita akan menikmati bulan suci ini dengan penuh kedamaian dan kesejukan. Dalam puasa bicara, kita hanya berbicara yang perlu-perlu saja, atau yang benar-benar membawa manfaat, itupun dalam tempo yang terbatas.Pada sebagian besar waktu, kita diam, bicara kita perak, tetapi diam kita adalah emas.Sebaik-baik pembicaraan dibulan ramadhan adalah membaca Al Qur’an, dan sebaik-baik diam dibulan ramadhan adalah tidur.
Namun jika kita tidak kuasa menghentikan lidah orang lain untuk berbicara, demi kesehatan jasmani dan rokhani kita mesti melakukan bentuk tambahan puasa lainnya, yakni puasa mendengarkan (bukan puasa mendengar). Dalam puasa mendengarkan, bukan saja kita berupaya untuk menghindari atau menepis mendengarkan kata-kata fitnah, gossip, isu, gunjingan, cabul dan segala bentuk kata-kata kotor lainnya.Pada yang demikian itu tidak boleh kita dengarkan, bahkan ketika kita tidak berpuasa sekalipun. Puasa mendengarkan adalah bentuk dari upaya kita dalam menyeleksi secara sadar apa yang kita dengar. Kita hanya bersedia untuk mendengar apa yang kita anggap bermanfaat, sekiranya pun yang bermanfaat itu banyak, kita hanya mendengarkan yang paling bermanfaat saja.
Penyakit bagi orang yang terlalu banyak mendengar adalah overload pada channel. Bila otak kita harus mengolah informasi yang berlebihan, kita akan mengalami gangguan mental. Sistem pengolahan informasi kita akan kolaps, kita akan menderita kelelahan pada fisik dan mental, kita tidak sanggup lagi memberi makna pada berbagai peristiwa. Kita tersiksa karena tekanan untuk memberi makna, dan dapat membuat kita agresif. Oleh karena itu kita dapat mengerti mengapa pada sebagian manusia modern dalam berusaha menenteramkan hatinya dengan cara meninggalkan televisi, radio, handphone dan segala bentuk media social lainnya.
Ashley Montagu menyebutkan bahwa kebergantungan kepada media social sebagai salah satu penyebab dehumanisasi manusia modern. Penonton handphone kelas berat cenderung memandang dunia lebih tidak aman, dan karena itu mereka lebih ketakutan dari penonton handphone kelas ringan. Pada saat yang sama, para penikmat realitas buatan (yang ditampilkan media social) cenderung tidak sensitive pada penderitaan orang lain.
Terdapat beberapa bukti yang menyakatan bahwa penonton televise/handphone kelas berat dapat berperilaku lebih agresif. Disekeliling kita sekarang ini orang yang paling sering berinteraksi/bersosial media melalui media handphone melihat sekelilingnya lebih kacau dari penglihatan orang lain, mereka sangat terbius, resah dan takut dan bisa-bisa lebih agresif.
Jadi jika kita ingin lebih tenteram dan lebih merasakan kesejukan bathin, mulailah puasa mendengarkan. Mari kita hanya mendengar firman Allah, sabda baginda Nabi Muhammad saw, dan nasehat orang shaleh yang ikhlas, sebagaimana diinformasikan dalam Al Qur’an: “Dan orang-orang yang menjauhi togut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat berita gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hambaKu”. “(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat”. (QS.39:17-18)
Bentuk puasa ketiga adalah puasa melihat. Allah swt memerintahkan kepada orang beriman agar menundukan pandangannya dan menjaga kehormatannya (QS.24:30). Dan Nabi Muhammad saw pun bersabda: “Barang siapa yang memelihara pandangannya, maka ia akan merasakan lezatnya iman dalam hatinya”). Puasa melihat bukan hanya sekedar melihat yang tidak boleh dilihat, tetapi juga tidak melihat hal-hal yang tidak perlu, atau mengurangi melihat apa yang sebetulnya boleh dilihat.
Memang tidak ada salahnya melihat-lihat barang dipusat perbelanjaan atau pasar. Tetapi terlalu banyak melihatnya akan menimbulkan keinginan-keinginan yang tidak terpuaskan. Para psikolog mengukur kekecewaan dengan membandingkan want dengan get. Jika yang kita inginkan lebih banyak dari yang kita peroleh, kita akan mengalami kekecewaan. Makin tinggi keinginan kita, makin besar kemungkinan kita frustasi.Sumber keinginan banyak berasal dari yang kita lihat. Jadi sekiranya pada ramadhan ini, kita menundukan pandangan kita, maka kita akan merasakan kelezatan rohaniyah yang besar.
Indera visual memang memberikan konstribusi besar pada pemikiran dan imajinasi kita. Bersamaan dengan pendengaran dan penglihatan, penglihatan akan memasukan banyak bahan kedalam pikiran dan khayalan kita. Boleh jadi lebih gampang bagi kita mengendalikan indera lahiriyah, namun sangat sulit bagi kita mengendalikan fakultas bathiniyah kita, lebih-lebih bila indera lahiriyah kita selalu menerima masukan-masukan yang materialistis.
Menurut Abu Hamid, pada hakikatnya puasa sebagai media taqarrub kepada Allah swt, dan hal tersebut benar-benar berfungsi apabila orang yang melaksanakan puasa dilandasi dengan niat, dedikasi dan motivasi yang suci untuk berada sedekat mungkin dengan Allah melalui cara mengalahkan keinginan-keinginan yang bersifat lahiriah.
Lebih lanjut sang Hujjatul Islam memaparkan, tingkatan selanjutnya setelah puasa special adalah khususul khusus atau puasa sangat special. Pada puasa ini, selain menahan lapar dahaga serta membina kedisiplinan mata lidah telinga, mereka juga memfokuskan hati dan pikirannya untuk selalu mengingat Allah swt
Maka berbahagialah, bagi kita, semua makhluk Tuhan yang dapat berpuasa secara holistic atau kaffah. Allah akan melimpahkan rahmatNya bagi siapa saja yang meminta dan berusaha. Para sufi sepakat, bahwa kita akan memperoleh kemajuan rohaniyah dengan membawa pikiran dan imajinasi kita dari bumi yang rendah kelangit yang tinggi. Selama indera lahiriyah kita terpaku kebumi, selama itu juga akal dan hati kita tidak akan berlabuh pada pangkuan keindahan derajat muttaqin. Wallahu ‘alam.